Sabtu, 08 Januari 2011

Nyaris Roboh, Gedung Eks Kediaman Meester Cornelis

Cornelis Senen tiba di satu kawasan, yang kini bernama Jatinegara, pada sekitar abad ke-17. Anak keluarga kaya asal Pulau Lontar, Banda, ini membuka sekolah pada tahun 1635. Sebagai guru sekaligus Kepala Kampung Banda di Batavia, ia berhak atas gelar Meester. Senen mendapat hak istimewa untuk menebang pohon di tepi Kali Ciliwung yang berjarak sekitar 20 km dari Batavia. Tahun 1661 ia sudah menguasai tanah luas dengan pepohonan yang rimbun. Kali Ciliwung jadi sarana pengangkut kayu dari pohon-pohon yang ditebang. Tanah luas milik Meester inilah yang kemudian terkenal sebagai kawasan Meester Cornelis atau biasa disebut Mester saja.

Sejarah mencatat nama Jatinegara baru muncul tahun 1942, saat Jepang menduduki Indonesia. Nama yang terlalu berbau Belanda itu diganti menjadi Jatinegara. Sampai kini Jatinegara masih menyisakan banyak bangunan bersejarah. Sebut saja Stasiun Kereta Api Jatinegara, Gereja GPIB Koinonia (dulu dikenal dengan nama Gereja Bethel), beberapa bangunan tentara milik TNI-AD, Kantor Pos Jatinegara, dan gedung bekas kediaman bupati yang letaknya dekat dengan Stasiun Jatinegara.

Menurut buku Ensiklopedi Jakarta, gedung bekas kediaman Meester Cornelis gedung ini secara bergantian dikuasai pejuang RI yang tergabung dalam Kesatuan Laskar Rakyat Jakarta. Terakhir dikuasai Kodim. Setelah Kodim 0505  mengosongkan gedung, tahun 2005 bagian sayap gedung digunakan sebagai kantor Pemuda Panca Marga (PPM). Kemudian Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta pun mengambil alih. Namun tindakan Pemprov DKI baru mampu sampai mengambilalih, belum mampu memugar dan memfungsikan kembali.

Meskipun sudah dimakan usia, bangunan tua di tepi Jalan Raya Bekasi Timur, Jakarta Timur, tepat di seberang Stasiun Jatinegara itu masuh tampak kokoh. Pagarnya kini sudah diganti dengan seng, layaknya bangunan yang hendak dipugar.

Di bekas kantor bupati (regenschaap) itu, ada tiga bagian bangunan yakni satu bangunan besar, bangunan utama, dan dua bangunan yang mengapit berbentuk rumah layaknya rumah zaman Belanda. Warga di sekitar bangunan tersebut menyebutnya sebagai gedung papak karena bentuk bangunan utamanya kotak.

Kembali ke Markas Kodim 0505, setelah markas itu dipindahkan ke kawasan Cakung, Jakarta Timur, bangunan di Jatinegara itu pun tersia-sia, tidak terawat. Penampakan bangunan tua itu kusam, menyeramkan, dan banyak coretan di dinding. Selain itu di sejumlah sudut bangunan, temboknya mulai terkelupas hingga tumpukan batu batanya terlihat. Kondisi yang tidak kalah buruknya adalah sebagian besar atap bangunan sudah jebol.

Itu penampakan tahun lalu. Tahun ini, 2011, penampakan itu tak berbeda jauh. Bahkan bisa dibilang lebih rapuh. Pasalnya, di bagian depan bangunan itu, teras tepatnya,  terlihat reruntuhan bekas tembok yang roboh. Pilar-pilar di bagian depan juga sudah retak di mana-mana. Sebuah bangunan yang nyaris roboh, sebenarnya. Atap tak kalah heboh, jebol hingga ke bagian dalam gedung.

Bagian yang roboh itu ada di ujung sisi kiri bangunan utama, atau teras sisi kiri bangunan utama. Tali rafia dibentangkan antarpilar agar tak ada orang masuk ke teras bangunan itu. Begitu masuk ke dalam halaman kompleks eks Kodim 0505, sebuah peringatan ditempelkan. Peringatan itu berbunyi “berhubung ada gedung yang roboh, bagi jemaah yang mau menunaikkan ibadah sholat, demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan harap lewat mengikuti tanda panah.”

Tanda panah menunjukkan agar jemaah masuk lewat jalan di antara gedung utama dan gedung di sisi kanan. Sekadar informasi, di dalam kompleks eks Kodim ini, tepatnya di bagian belakang, memang tersedia mushala.

Dari kertas pengumuman yang sudah mulai lusuh, bisa diperkirakan, kejadian roboh itu sudah agak lama. Adalah Opung M Gani, warga Pisangan, yang mengaku sebagai penjaga kompleks tersebut yang mengatakan, kejadian roboh sudah lebihd ari dua bulan lalu. M Gani yang biasa dipanggil Opung itu sudah mengenal gedung eks Kodim 0505 sejak lebih dari 60 tahun lalu, karena ia lahir di kawasan seberang gedung, dan sejak kecil sering diajak ayahnya ke gedung tersebut.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Arie Budhiman mengakui ada roboh di gedung eks Kodim 0505 dan menyatakan, “Gedung itu tahun ini, sekitar Juni, akan kita pugar. Tiga bagian gedung, sisi kiri, bagian utama, dan sisi kanan. Tentu saja itu program bertahap. Kita berharap 2012 bangunan itu siap jadi Gedung Kesenian Betawi,” paparnya.

Sementara itu mantan Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur, Setia Gunawan, yang baru saja dipindah menjadi Kepala Unit Pelaksana (UPT) Museum Joang menyatakan, anggaran pemugaran gedung eks Kodim 0505 adalah Rp 5 miliar. 

0 komentar:

  •   © BONSER DOEA Dibuat Oleh Maulana/505/93 2011